Sultan HB X Dianggap sebagai Raja, Bukan Tokoh Politik
YOGYAKARTA - Sultan Hamengkubuwono (HB) X tentu tidak asing di telinga warga DIY sejak dinobatkan sebagai Raja Keraton Yogyakarta pada 7 Maret 1989 silam mengantikan Sultan HB IX. Kemudian, Sultan HB X didapuk menjadi Gubernur DIY pada 1998. Sejak itu, Sultan dipandang sebagai sosok nasionalis, reformis, pluralis, dan humanis.
“Sultan itu sosok yang arif bijaksana. Beliau pemimpin Yogyakarta, Raja Keraton dan Gubernur DIY. Warga melihatnya seperti itu, bukan sebagai tokoh politik,” ujar Wisnu Totok (38), seniman sendra tari balet Ramayana di kompleks Candi Prambanan, kepada C12, Rabu (29/8/2012).
Pria jebolan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu sangat setuju dengan isi Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta yang menyebut Sultan dan Pakualam harus melepas jabatan dari partai politik.
“Bagus itu. Kalau perlu buat aturan, siapa pun yang memimpin negeri ini harus melepaskan diri dari partai politik, termasuk Presiden SBY,” sambung Totok.
Alasannya, pemimpin harus lebih objektif dan independen, menyatu dan mengayomi rakyat. Totok melihat, banyak pemimpin di negeri ini yang lebih mementingkan partai politik yang mengusungnya.
“Kalau di Yogyakarta itu kan tahta untuk takyat, jadi saya sangat setuju sekali Ngarso Dalem mundur dari Partai Golkar. Saya sudah lama ya enggak melihat Sultan aktif di partai politik,” jelasnya.
Senada disampaikan Rahmanto (34), warga yang biasa beraktivitas di Pasar Prambanan, Kabupaten Sleman. Dia mengaku tidak menganggap Sultan sebagai tokoh partai meski saat ini menjadi Dewan Penasehat Partai Golkar.
“Sultan ya Raja Keraton Ngayogyokarto Hadingingrat, Gubernur DIY, titik. Tidak perlu embel-embel lain,” tegasnya.
Posting Komentar